MOHAMMAD BIN MUSA AL-KHAWARIZMI Sangat sedikit orang yang mengetahui
riwayat hidup al-Khawarizmi. Dia lahir sebelum tahun 800 M dan
meninggal setelah tahun 847 M. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad
Ibnu Musa. Dia dikenal dengan sebutan al-Khawarizmi karena berasal dari
Khawarizm, sebuah daerah di timur laut Kaspia.
Al-Khawarizmi diperkirakan hidup di pinggiran Baghdad pada masa
Khalifah al-Ma’mun (813-833 M) zaman dinasti Abbasiyyah. Khalifah
al-Ma’mun menjadi sahabat karibnya. Dia menjadikan al-Khawarizmi sebagai
anggota Bait al-Khikmah (Wisma Kearifan) di Baghdad . Sebuah lembaga
penelitian ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Khalifah Harun
ar-Rasyid.
Bait al-Khikmah memiliki berbagai keunggulan yang masyhur di dunia
Islam. Kesuksesan al-Khawarizmi dalam bidang Astronomi dan Aljabar
didedikasikan kepada Khalifah al-Ma’mun. Sementara Khalifah al-Ma’mun
sendiri banyak memberikan penghargaan kepada al-Khawarizmi.
Dengan Ilmu Astronomi, al-Khawarizmi mengungkap ramalan tentang waktu
Nabi Muhammad SAW dilahirkan secara cermat. Dia juga tercatat sebagai
salah seorang astronom yang ikut membuat peta dunia atas permintaan
Khalifah al-Ma’mun. Peta dunia tersebut kemudian dikenal dengan nama
Peta Ptolemy.
Karya intelektual al-Khawarizmi tentang Aritmetika dan Aljabar
menjadi sumber acuan Ilmu Matematika di belahan Barat dan Timur. Penulis
sejarah Matematika kenamaan, George Sarton, mengungkapkan bahwa
al-Khawarizmi adalah salah seorang Ilmuwan Muslim terbesar dan terbaik
pada masanya. Sarton menggolongkan bahwa periode antara Abad Keempat
sampai Kelima sebagai Zaman al-Khawarizmi, karena dia adalah Ahli
Matematika terbesar pada masanya. Smith dan Karpinski menggambarkan
pribadi al-Khawarizmi sebagai tokoh terbesar pada masa keemasan Baghdad,
setelah seorang penulis Muslim menggabungkan Ilmu Matematika klasik
Barat dan Timur, mengklasifikasikan dan akhirnya membangkitkan kesadaran
daratan Eropa.
Pengaruh lain yang berkaitan erat dengan Ilmu Matematika adalah suku
kata algoritm yang dinotasikan sebagai prosedur baku dalam menghitung
sesuatu. Kata ini berasal dari perubahan versi al-Khawarizmi ke dalam
versi Latin, algorismi, algorism dan akhirnya menjadi algorithm.
Tulisannya tentang aritmetika berbahasa Arab pertama kali
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin memainkan peran penting dalam
perkembangan bilangan Arab dan sistem bilangan yang diterapkan saat ini.
Meskipun bukan murni sebagai penemunya, tahapan yang dilakukan
al-Khawarizmi merupakan format pengembangan sistem bilangan kita saat
ini. Hal ini menjelaskan bahwa penggunaan sistem bilangan Arab dan
notasi penulisan basis sepuluh, yang diperkenalkan oleh al-Khawarizmi,
dapat dikatakan sebagai sebuah revolusi perhitungan di Abad Pertengahan
bagi bangsa Eropa.
Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada
komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah
metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan
Aljabar yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan
perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang pernah ada
sebelumnya.
Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya
al-Khawarizmi dibanding karya para penulis pada Abad Pertengahan.
Masyarakat modern saat ini berhutang budi kepada seorang al-Khawarizmi
dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan bilangan dengan
basis 10, penggunaan bilangan irrasional dan diperkenalkannya konsep
Aljabar modern membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang
Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan
Eropa. Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia.
Penemu Bilangan Nol
Kita pasti sudah sering mendengar istilah algoritma. Tapi, tahukah
siapa penemunya? Bisa jadi kita menduga orang tersebut dari dunia Barat.
Padahal, ia adalah seorang ilmuwan muslim yang bernama Al Khawarizmi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, algoritma berarti prosedur
sistematis untuk memecahkan masalah matematis dalam langkah-langkah
terbatas. Nama itu berasal dari nama julukan al-Khawarizmi. Karya
Aljabarnya yang paling monumental berjudul al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr
wal-Muqabalah (Ringkasan Perhitungan Aljabar dan Perbandingan). Dalam
buku itu diuraikan pengertian-pengertian geometris. Ia juga
menyumbangkan teorema segitiga sama kaki yang tepat, perhitungan tinggi
serta luas segitiga, dan luas jajaran genjang serta lingkaran. Dengan
demikian, dalam beberapa hal al-Khawarizmi telah membuat aljabar menjadi
ilmu eksak.
Buku itu diterjemahkan di London pada 1831 oleh F. Rosen, seorang
matematikawan Inggris. Kemudian diedit ke dalam bahasa Arab oleh Ali
Mustafa Musyarrafa dan Muhammad Mursi Ahmad, ahli matematika Mesir, pada
1939. Sebagian dari karya al-Khawarizmi itu pada abad ke-12 juga
diterjemahkan oleh Robert, matematikawan dari Chester, Inggris, dengan
judul Liber Algebras et Al-mucabola (Buku Aljabar dan Perbandingan),
yang kemudian diedit oleh L.C. Karpinski, seorang matematikawan dari New
York, Amerika Serikat. Gerard dari Cremona (1114–1187) seorang
matematikawan Italia, membuat versi kedua dari buku Liber Algebras
dengan judul De Jebra et Almucabola (Aljabar dan Perbandingan). Buku
versi Gerard ini lebih baik dan bahkan mengungguli buku F. Rozen.
Dalam bukunya, al-Khawarizmi memperkenalkan kepada dunia ilmu
pengetahuan angka 0 (nol) yang dalam bahasa Arab disebut sifr. Sebelum
al-Khawarizmi memperkenalkan angka nol, para ilmuwan mempergunakan
abakus, semacam daftar yang menunjukkan satuan, puluhan, ratusan,
ribuan, dan seterusnya, untuk menjaga agar setiap angka tidak saling
tertukar dari tempat yang telah ditentukan dalam hitungan.
Akan tetapi, hitungan seperti itu tidak mendapat sambutan dari
kalangan ilmuwan Barat ketika itu, dan mereka lebih tertarik untuk
mempergunakan raqam al-binji (daftar angka Arab, termasuk angka nol),
hasil penemuan al-Khawarizmi. Dengan demikian, angka nol baru dikenal
dan dipergunakan orang Barat sekitar 250 tahun setelah ditemukan
al-Khawarizmi. Dari beberapa bukunya, al-Khawarizmi mewariskan beberapa
istilah matematika yang masih banyak dipergunakan hingga kini. Seperti
sinus, kosinus, tangen dan kotangen.
Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebenarnya banyak
mengacu pada tulisan mengenai aljabar yang disusun oleh Diophantus (250
SM) dari Yunani. Namun, dalam meneliti buku-buku aljabar tersebut,
al-Khawarizmi menemukan beberapa kesalahan dan permasalahan yang masih
kabur. Kesalahan dan permasalahan itu diperbaiki, dijelaskan, dan
dikembangkan oleh al-Khawarizmi dalam karya-karya aljabarnya. Oleh sebab
itu, tidaklah mengherankan apabila ia dijuluki ”Bapak Aljabar.”
Bahkan, menurut Gandz, matematikawan Barat dalam bukunya The Source
of al-Khawarizmi’s Algebra, al-Khawarizmi lebih berhak mendapat julukan
“Bapak Aljabar” dibandingkan dengan Diophantus, karena dialah orang
pertama yang mengajarkan aljabar dalam bentuk elementer serta
menerapkannya dalam hal-hal yang berkaitan dengannya.
Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal sebagai peletak rumus
ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan desimal. Namun,
beberapa sarjana matematika Barat, seperti John Napier (1550–1617) dan
Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan itu merupakan hasil
pemikiran mereka.
Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai astronom. Di
bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya berhasil
menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian itu dilakukan di
Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis
tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa yang dapat
dilakukan pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku tentang
penghitungan waktu berdasarkan bayang-bayang matahari.
Buku astronominya yang mahsyur adalah Kitab Surah al-Ard (Buku
Gambaran Bumi). Buku itu memuat daftar koordinat beberapa kota penting
dan ciri-ciri geografisnya. Kitab itu secara tidak langsung mengacu pada
buku Geography yang disusun oleh Claudius Ptolomaeus (100–178), ilmuwan
Yunani. Namun beberapa kesalahan dalam buku tersebut dikoreksi dan
dibetulkan oleh al-Khawarizmi dalam bukunya Zij as-Sindhind sebelum ia
menyusun Kitab Surah al-Ard.
Selain ahli di bidang matematika, astronomi, dan geografi,
Al-Khawarizmi juga seorang ahli seni musik. Dalam salah satu buku
matematikanya, ia menuliskan pula teori seni musik. Pengaruh buku itu
sampai ke Eropa dan dianggap sebagai perkenalan musik Arab ke dunia
Latin. Dengan meninggalkan karya-karya besarnya sebagai ilmuwan
terkemuka dan terbesar pada zamannya, Al-Khawarizmi meninggal pada 262
H/846 M di Baghdad.
Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih kepada
komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah
metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan
Aljabar yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan
perhitungan dan rumusan yang lebih akurat dari yang pernah ada
sebelumnya.
Di dunia Barat, Ilmu Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya
al-Khawarizmi dibanding karya para penulis pada Abad Pertengahan.
Masyarakat modern saat ini berutang budi kepada al-Khawarizmi dalam hal
penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan bilangan dengan basis 10,
penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya konsep Aljabar
modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang Matematika
dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa. Dengan
penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar
merupakan salah satu karya Islam di dunia Internasional.
0 komentar:
Posting Komentar